Dalam istilah medis sleepwalking lebih dikenal dengan somnambulism. Sementara di tengah
masyarakat, kondisi ini kerap disebut melindur. Walau secara definisi, melindur
belum dapat mewakili kondisi sleepwalking
secara utuh.
Melindur diartikan sebagai mengigau
atau berkata-kata tidak benar. Sedangkan sleepwalking
bukan sekadar mengigau. Sebab orang yang mengalami kondisi ini dapat
berjalan saat tidur, bahkan melakukan kegiatan kompleks lainnya.
Mengenal
sleepwalking
Manusia mengalami dua tahapan proses
tidur, yaitu fase Non Rapid Eye Movement
(NREM) dan Rapid Eye Movement (REM).
Fase NREM terjadi sebelum sebelum fase REM, di mana kita tidur dan bermimpi.
Di dalam fase NREM sendiri, terdapat
empat siklus. Di antara keempat siklus inilah sleepwalking terjadi, tepatnya pada siklus ketiga atau fase N3.
Melihat jumlah total populasi
manusia, prevalensi sleepwalking
memang tidak terlalu tinggi, hanya antara 1-15%. Kejadiannya lebih banyak
ditemukan pada anak-anak daripada orang dewasa.
Walaupun, orang dewasa juga dapat
mengalami sleepwalking. Beberapa
orang mengalami sleepwalking sejak
kanak-kanak dan terus terbawa hingga dewasa. Kasus seperti ini biasanya terkait
dengan faktor masalah psikis yang dialami. Diperlukan pemeriksaan oleh tenaga
professionalun untuk mengetahui hal tersebut.
Gejala
sleepwalking
Sleepwalking umumnya terjadi tidak lama setelah
penderitanya tertidur, mungkin sekitar satu sampai dua jam sejak mulai tidur.
Durasi sleepwalking yang dialami
penderita dapat berlangsung antara 5-15 menit.
Meski bernama sleepwalking, sebenarnya kondisi ini lebih dari sekadar berjalan
ketika tidur. Berbagai perilaku kompleks dapat dilakukan oleh penderita, mulai
dari duduk di tempat tidur, melihat-lihat sekitar, berjalan di dalam kamar atau
rumah, hingga meninggalkan rumah, bahkan menyetir kendaraan dalam jarak yang
cukup jauh.
Namun, karena gejala yang paling
sering muncul adalah berjalan, maka kondisi ini lebih disebut sleepwalking.
Kondisi ini juga dapat
dikenali melalui tanda-tanda lain, seperti penderita biasanya sulit
dibangunkan, matanya terbuka tetapi tatapannya kosong, berbicara sendiri sambil
tidak sadar (sleeptalking), dan tidak
merespons saat diajak bicara.
Saat berhasil dibangunkan, penderita akan
merasa kebingungan, bahkan beberapa orang memberikan reaksi perlawanan saat
dibangunkan. Tidak hanya itu, penderita juga tidak ingat dengan kejadian sleepwalking yang baru saja dilakukan.
Penyebab
sleepwalking
Hingga kini, penyebab sleepwalking belum diketahui secara
pasti. Meskipun, para ahli melihat pola yang diturunkan. Anak-anak dengan
riwayat anggota keluarga yang mengalami sleepwalking,
cenderung mengalami hal serupa.
Stres, jam tidur kurang, demam, serta
pola tidur yang tidak teratur, merupakan beberapa faktor yang dianggap
berpengaruh terhadap terjadinya sleepwalking.
Selain itu, kondisi-kondisi medis tertentu yang mengganggu tidur juga dapat
berakhir memicu sleepwalking.
Obstructive
Sleep Apnea (OSA) misalnya, diduga sebagai salah satu
kondisi medis yang dapat memicu sleepwalking.
Penderita OSA dapat tiba-tiba
berhenti bernapas saat tidur, lalu terbangun dengan tiba-tiba.
Bukan hanya kondisi medis tertentu,
konsumsi obat-obatan tertentu pun berperan dalam memicu sleepwalking. Seperti penggunaan obat-obat sedatif, hipnotik, atau
jenis obat lainnya yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah kejiwaan.
Karena penderitanya tidak sadarkan
diri dan dapat beraktivitas hingga meninggalkan rumah, bahkan menyetir, kondisi
sleepwalking ini jelas berpotensi
mengancam keselamatan. Baik penderita maupun orang di sekitarnya. Oleh
karenanya, kondisi ini membutuhkan penanganan serius.
Serba-Serbi Seputar Kondisi Sleepwalking
Reviewed by Anonymous
on
July 08, 2020
Rating:
No comments: