Penggunaan styrofoam memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bentuknya yang praktis sekali pakai, ringan, dan murah menjadikan bahaya styrofoam pilihan pembungkus pangan yang kerap ditemui.
Namun, disamping semua kemudahan tersebut, ternyata terdapat bahaya yang mengancam lingkungan dan kesehatan. Berikut beberapa bahaya yang diakibatkan penggunaan styrofoam.
Apa saja bahayanya?
Styrofoam terdiri dari bahan utama yakni polystyrene atau hasil polimerisasi dari senyawa styrene. Beberapa puluh tahun lalu, telah ditemukan meningkatnya kasus leukimia atau kanker darah semenjak pabrik plastik styrene menjamur sehingga disimpulkan adanya hubungan antara kanker dan produk styrene.
Seiring berjalannya waktu, penemuan tersebut semakin kuat. International Agency for Research of Cancer menyatakan sebuah kebaruan fakta bahwa produk styrene memiliki risiko karsinogeni, hal tersebut didukung penelitian valid.
Risiko lain yang ditemukan yakni styrene mampu meningkatkan risiko terjadinya kanker nasofaring sebanyak 5 kali lipat.
Menurut BPOM
BPOM menyatakan bahwa tidak ada kebijakan di dunia yang melarang penggunaan styrofoam karena alasan kesehatan, akan tetapi terdapat beberapa wilayah yang melakukan pelarangan penggunaan styrofoam karena kebijakan lingkungan. Monomer styrene dinyatakan tidak mengganggu kesehatan jika residunya tidak lebih dari 5000 ppm.
BPOM juga mengaskan bahwa residu styrofoam tidak ikut larut dalam makanan yang berlemak, berminyak, mengandung alkohol, atau ketika dalam keadaan panas. Hal tersebut menjawab pertanyaan yang banyak diajukan masyarakat mengenai isu penggunaan styrofoam.
Himbauan BPOM mengenai styrofoam diantaranya yakni jangan memanaskannya di dalam microwave. Styrofoam juga sebaiknya tidak digunakan untuk pembungkus makanan berminyak, berlemak, atau pun makanan dalam keadaan panas apabila telah rusak atau berubah bentuk.
Menurut FDA
Secara umum, FDA menyebutkan bahwa polystyrene aman digunakan sebagai wadah pembungkus makanan. Bahkan FDA juga menyetujui penggunaan styrene lainnya sebagai bahan tambahan pangan pada produk roti-rotian, susu beku, permen, gelatin, puding, dan lain-lain dengan regulasi dan takaran tertentu.
Plastics Foodservice Packaging Group menunjukkan bahwa paparan styrene pada pembungkus makanan sangatlah rendah dengan estimasi 6,6 mikrogram setiap orang per hari. Hal ini kurang dari 10.000 kali lipat di bawah ketentuan batas paparan wajar styrene setiap harinya yaitu sebesar 90.000 mikrogram per orang.
Negara yang melarang penggunaan styrofoam
Negara bagian Amerika Serikat, San Francisco telah melarang berbagai produk styrofoam sejak tahun 2017, sedangkan pelarangan styrofoam sebagai kemasan makanan telah diberlakukan sejak tahun 2007.
Bagi yang melanggar peraturan tersebut akan dikekanakan denda sebasar $100 saat pelanggaran pertama dan $500 untuk pelanggaran ketiga dan selanjutnya. Pemerintah setempat berharap aturan ini bisa mengalihkan penggunaan kemasan produk ke bahan-bahan organik atau yang dapat didaur ulang.
Negara lainnya yang melarang penggunaan styrofoam sebagai kemasan makanan yaitu Seattle pada tahun 2009. Sedangkan, pelarangan kemasan makanan dan peralatan makanan lain yang tidak dapat didaur ulang baru dimulai tahun 2010.
Jika terdapat pelanggaran terhadap aturan ini, maka pemerintah Seattle akan memberikan denda sebesar $250 per pelanggaran. Kemasan makanan minuman dan peralatan makan yang digunakan masyarakat Seattle harus dapat didaur ulang.
Kedua negara tersebut menilai penggunaan styrofoam membahayakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Sebenanrnya, penggunaan dan bahaya styrofoam sampai saat ini masih menjadi pro dan kontra. Mengingat regulasi dan dampak negatif yang telah dibuktikan lewat berbagai penelitian, ada baiknya membuat masyarakat lebih bijak dalam menggunakan styrofoam sebagai produk kemasan atau produk lainnya.
No comments: