Cukup familiarkah Anda dengan amyloidosis?
Jika belum, Anda perlu mengenalnya. Pasalnya, jenis kelainan tubuh yang satu
ini bisa menyebabkan kematian jika dibiarkan begitu saja karena menyebabkan
kegagalan kerja pada organ-organ vital tubuh, sepeti jantung, ginjal, maupun
hati.
Secara sederhana, amyloidosis bisa
diartikan sebagai penumpukan protein pada tubuh. Namun, tidak sembarang
protein. Penumpukan protein yang bisa membahayakan kerja organ vital adalah
protein berjenis amiloid. Kondisi penumpukan protein ini akan menimbulkan
berbagai masalah di organ tubuh sampai pada kondisi terburuk dapat membuat
kondisi kegagalan kerja organ tersebut.
Beriku ini adalah beberapa hal terkait
amyloidosis yang diharapkan bisa membuka kesadaran Anda bahwa kondisi ini tidak
boleh dipandang remeh dan perlu segera ditangani. Dengan kesadaran Anda
mengenai hal-hal di bawah ini, Anda pun akan menjadi lebih waspada terkait
penumpukan protein abnormal yang bisa menyerang siapa saja, tidak terkecuali
Anda.
1. Sulit Dideteksi
Gejala-gejala dasar dari amyloidosis masih sulit dideteksi.
Masalahnya, beberapa tanda dari kondisi penumpukan protein abnormal ini sangat
umum, seperti sakit kepala maupun kesemutan. Gejala-gejala khusus, seperti
masalah pencernaan akut, sesak napas, juga pembengkakan justru baru dirasakan
penderita ketika penumpukan protein yang terjadi sudah terlalu parah dan telah
memengaruhi kerja organ tubuh terkait. Maka dari itu, ketika Anda mengalami
gejala amyloidosis yang lebih spesifik, Anda mesti segera mengonsultasikannya
ke dokter untuk mendapatkan penanganan.
2. Terbagi-bagi
Dunia kedokteran membagi
kondisi amyloidosis ke dalam beberapa kelompok. Ada amyloidosis primer yang
disebabkan adanya masalah di sumsum tulang belakang. Ada amyloidosis sekunder
yang dipicu oleh peradangan kronis. Ada Amyloidosis familia yang dipicu oleh
faktor keturunan. Ada pula amyloidosis sistemik yang dipengaruhi usia
penderita.
3. Kerentanan Gender
Semakin tua usia, semakin
besar pula kemungkinan Anda terkena amyloidosis. Waspadalah bagi Anda yang
berjenis kelamin laki-laki. Pasalnya, penumpukan protein abnormal miloid
nyatanya cenderung lebih sering menyambangi laki-laki dibandingkan perempuan.
4. Berhubungan dengan Kanker
Ketika mendapati kondisi
amyloidosis, tim dokter umumnya akan menawarkan penanganan berupa kemoterapi.
Patut dijelaskan bahwa amyloidosis bukanlah jenis kanker. Namun, penanganan
kemo diberikan karena penumpukan protein amiloid kerap erkaitan dengan jenis
kanker darah tertentu, seperti myeloma multiper dan makroglobulinemia.
5. Kondisi Ginjal
Penumpukan protein
abnormal merupa miloid juga sangat berhubungan dengan kondisi ginjal. Penderita
dialisis ginjal umumnya akan lebih rentan mengalami amyloidosis. Pasalnya
ketika mengalami dialisis, ginjal kehilangan kemampuannya untuk menghilangkan
protein besar dari darah sehingga protein-protein tersebut kembali teralih ke
saluran tubuh dan dapat menyerang ginjal sendiri ataupun organ vital lainnya.
6. Keturunan Afrika
Ras seseorang bisa sangat
memengaruhi tingkat risiko terkena amyloidosis. Ditemukan fakta bahwa
orang-orang keturunan Afrika nyatanya lebih mudah mengalami penumpukan protein
miloid dibandingkan suku ras lainnya. Kondisi tersebut terjadi karena ketika
ras Afrika memiliki keturunan dengan ras lain, mereka akan menghasilkan mutasi
genetik di bagian jantung yang menjadi tanda amyloidosis.
7. Belum Ada Obat
Sampai saat ini belum ada
obat yang bisa menghilangkan tumpukan protein abnormal pada tubuh. Ketika Anda
terkena amyloidosis, dokter hanya dapat memberikan terapi sesuai dengan keluhan
Anda. Jika penumpukan terjadi di daerah sumsum tulang belakang, dokter akan
menganjurkan Anda menjalani kemoterapi. Jika protein miloid menumpuk di hati
ataupun ginjal, dokter bisa tidak segan-segan akan meminta Anda melakukan
transplantasi organ tersebut jika kondisinya sudah parah. Namun jika gejala
amyloidosis masih dapat ditoleransi, umumnya dokter akan meresepkan obat anti
inflamasi ataupun obat diuretik.
***
Dari ketujuh hal mengenal amyloidosis di
atas, diharapkan Anda akan lebih waspada terkait tingkat risiko dan gejala dari
kondisi penumpukan lemak ini. Alih-alih harus melakukan kemoterapi atau
transplantasi organ, alangkah lebih baik Anda mendapatkan penanganan berupa
obat jika gejalanya belum parah, bukan?
No comments: