Jangan remehkan orang yang mudah merasa
gede rasa dan menganggap ada orang yang sangat mencintainya. Bisa jadi, orang
tersebut mengidap erotomania alia delusi cinta. Orang-orang yang menderita
delusi ini akan menganggap ada orang yan sangat mencintainya dan berusaha terus
mengejarnya.
Walaupun terlihat lucu mendengar penderita
erotomania menceritakan berbagai hal yang diulang mengenai objek yang dianggap
mencintainya, kondisi delusi ini tidak baik dibiarkan. Pasalnya, ada risiko
penderita akan melakukan tindakan ekstrem guna bisa dekat dengan objek yang
dianggap mencintainya, seperti melakukan penguntitan ataupun meneror. Bagi diri
penderita, delusi cinta yang dialami akan tidak bersemangat menjalani hidup.
Jadi masih merasa bahwa erotomania
merupakan kondisi yang lucu? Tidak, bukan? Nah, berikut ini adalah berbagai
fakta mengenai erotomania yang patut diketahui. Dengan fakta-fakta ini, Anda
akan menyadari betapa penderita erotomania sangat perlu diwaspadai.
1. Risiko Tindakan Pidana
Ciri-ciri dari orang yang
menderita erotomania salah satunya adalah cenderung ingin terus berkomunikasi
dengan objek yang diikutinya. Karena gejala ini, tidak jarnag orang dengan
diagnosis erotomania justru menjadi peneror dan penguntit guna bisa “menjalin”
komunikasi dengan objek yang dianggap mencintainya tersebut.
Jika tidak ditanggapi,
bahkan ada kemungkinan penderita delusi cinta akan mengancam objek tersebut
secara terang-terangan. Bahkan berdasarkan penelitian, 15-33 persen objek dari
erotomania mengaku mendapatkan kekerasan dari penderita erotomania.
2. Penyerta Gangguan Jiwa
Lain
Erotomania umumnya bukan
gangguan jiwa utama dalam diri penderita. Orang-orang yang mengalami erotomania
cenderung sudah memiliki masalah kejiwaan lainnya, yang mungkin sudah
terdiagnosis atau yang belum terdiagnosis.
Sindrom delusi cinta
umumnya disebabkan adanya gangguan kejiwaan skizofrenia pada diri penderitanya.
Gangguan kejiwaan tersebut menimbulkan berbagai delusi, di mana salah satunya
berbentuk delusi cinta. Ditemukan pula penderita erotomania yang ternyata juga
mengalami gangguan jiwa berupa bipolar.
3. Efek Kerusakan Otak
Delusi yang dihasilkan
dari erotomania bukanlah tanpa sebab. Selain karena merupakan penyerta masalah
gangguan jiwa lain, delusi cinta juga bisa muncul karena adanya kerusakan di
bagian otak Anda!
Penyakit tertentu seperti
kanker ataupun stroke memiliki risiko yang cukup besar untuk membuat Anda
menjadi seorang erotomania. Trauma di kepala akibat di kepala juga memberikan
Anda peluang untuk mengidap sindrom delusi cinta yang satu ini.
4. Tak Hanya Orang Dewasa
Siapa sebenarnya yang bisa
menderita erotomania? Jawabannya, semua orang bisa! Perempuan, laki-laki, tua,
maupun muda bisa mengidap delusi cinta apabila memiliki risiko akan gangguan
jiwa yang satu ini. Pendapat yang mengatakan bahwa erotomania hanya bisa diidap
oleh orang dewasa nyatanya pula tidaklah tepat.
Anak kecil dan remaja juga
bisa mengidap erotomania. Sejauh ini, kasus mengenai pengidap erotomania dengan
usia kanak-kanak memang tidak banyak bahkan bisa dihitung dengan jari. Akan
tetapi, kasus-kasus tersebut tidak boleh tidak dihitung. Salah satunya adalah
kasus mengenai remaja laki-laki usia 13 tahun yang menganggap gurunya sangat
mencintainya. Bahkan ketika dibawa ke psikiater, anak remaja ini justru
menganggap psikiater tersebut juga menggilainya.
5. Kedudukan Lebih Tinggi
Korban yang menjadi objek
dari para pengidap erotomania biasanya tidak sembarangan. Umumnya, orang-orang
yang memiliki delusi cinta akan menganggap orang yang mencintainya adalah
orang-orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi daripadanya.
Sebagai contoh, seorang
karyawan dengan erotomania sangat mungkin menganggap bosnya mengejar-ngejar
cintanya. Bahkan banyak kasus terkait erotomania di mana pengidapnya merasa ada
artis maupun pejabat yang sedang jatuh cinta berat kepadanya.
***
Ketika menjumpai pengidap erotomania,
menjauhinya bukanlah jalan keluar yang baik. Namun, Anda juga tidak asal
mengatakan bahwa apa yang dikatakannya mengenai objek yang dianggap
mencintainya itu adalah bohong karena ia bisa sangat marah. Menyarankan ia
untuk mengunjungi tenaga ahli kejiwaan merupakan pilihan tertepat sembari tetap
mempertahankan kewaspadaan atas segala tingkah laku pengidap tersebut.
No comments: